Konsep Islam Tentang Peradilan dan Hikmahnya
KONSEP ISLAM TENTANG PERADILAN DAN HIKMAHNYA
PENDAHULUAN
Sahabat MgmpMadrasah, Berbicara masalah peradilan, maka tidak akan
terlepas dari keadilan. Sesungguhnya keadilan itu merupakan salah satu dari
nilai- nilai Islam yang tinggi. Hal ini disebabkan menegakkan keadilan dan
kebenaran ketentraman, meratakan keamanan, memperkuat hubungan-hubungan antara
individu dengan individu lain, memperoleh kepercayaan antara penguasa dan
rakyat itu sangat dibutuhkan dalam proses peradilan, agar keadilan dapat
diwujudkan.
Sesungguhnya keadilan itu dapat diwujudkan
dengan menyampaikan setiap hak kepada yang berhak dan dengan melaksanakan
hukum-hukum yang telah disyari’atkan Allah SWT. serta dengan menjauhkan hawa
nafsu melalui pembagian yang adil di antara sesama manusia. Sebenarnya, tugas
para Rasul Allah tidak lain adalah untuk menjalankan dan melaksanakan urusan
ini.
Di antara sarana-sarana yang terpenting untuk
mewujudkan keadilan, menjaga dan memelihara kehormatan jiwa dan harta benda
ialah menegakkan sistem peradilan yang diwajibkan oleh Islam dan dijadikannya
sebagai bagian dari ajaran-ajarannya. Orang yang pertama kali memegang jabatan
ini dalam Islam adalah Rasulullah.
Pembahasan dalam bab ini menyangkut masalah
proses peradilan dalam Islam yang terdiri dari fungsi lembaga peradilan,
menyangkut masalah hakim, saksi, bukti, tergugat penggugat, dan Sumpah.
MATERI PEMBELAJARAN
1. PERADILAN
Sahabat MgmpMadrasah, Islam
agama kita adalah agama yang sangat mencintai keadilan, karena itu kalian harus
tahu bagaimana peradilan dalam agama kita, inilah saatnya
kalian mengetahuinya
a.
Pengertian Peradilan
Peradilan atau dalam bahasa arab diungkapkan dengan kata qadā’ berarti memutuskan, memberi keputusan, menyelesaikan.
Menurut istilah
adalah suatu lembaga
pemerintahan/negara yang ditugaskan
untuk menyelesaikan/menetapkan
keputusan atas setiap
perkara dengan adil berdasarkan hukum yang berlaku. Dengan demikian
kalau peradilan Islam, maka yang dijadikan dasar adalah hukum Islam.
Sedangkan pengadilan adalah tempat untuk mengadili suatu perkara
dan orang yang bertugas mengadili suatu perkara disebut qāḍi
atau hakim.
b.
Fungsi Peradilan
Sebagai lembaga negara
yang ditugasi untuk
menyelesaikan dan memutuskan setiap perkara dengan adil, maka
peradilan berfungsi untuk menciptakan
ketertiban dan ketentraman
masyarakat yang dibina
melalui tegaknya hukum. Peradilan Islam bertujuan
pokok untuk menciptakan kemaslahatan umat dengan tegaknya hukum Islam. Untuk terwujudnya hal tersebut di
atas, peradilan
Islam mempunyai tugas
pokok yaitu :
1) Mendamaikan kedua belah
pihak yang bersengketa.
2) Menetapkan sangsi dan menerapkannya kepada para pelaku perbuatan
yang melanggar hukum.
3) Terciptanya amar ma’ruf nahi munkar
4)
Dapat melindungi jiwa, harta dan kehormatan masyarakat.
5) Menciptakan kemaslahatan umat dengan tetap tegak berdirinya hukum Islam
c. Hikmah
Peradilan
Sesuai dengan
fungsi dan tujuan peradilan sebagaimana dijelaskan di
atas, maka dengan adanya peradilan akan
diperoleh hikmah yang sangat besar bagi kehidupan umat,
yaitu:
1) Peradilan dapat mewujudkan
masyarakat yang bersih. Hal ini sesuai dengan haddits Rasulullah SAW:
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله
ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ كَيْفَ تَقَدَّسَ اُمَّةٌ لاَ يُؤْخَذُ مِنْ
شَدِيْدِهِمْ لِضَعِيْفِهِمْ. (رواه ابن ماجه)
Artinya:”Dari Jabir berkata, Saya mendengar Rasulullah SAW
bersabda: ”Tidak (dinilai) bersih suatu masyarakat dimana hak orang yang lemah
diambil oleh yang kuat”. (H.R. Ibnu Majah).
2) Terwujudnya keadilan bagi seluruh rakyat. Artinya setiap hak – hak
orang dihargai dan tidak dianiaya.
3) Terwujudnya perlindungan hak setiap orang. Tiap orang mempunyai hak
asasi yang tidak boleh dilanggar oleh orang lain. Sabda Rasulullah SAW. :
عَنْ جَابِرٍ قَالَ :سَمِعْتُ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : كَيْفَ تُقَدِّسُ اُمَّةٌ لاَ يُؤْخَذُ مِنْ شَدِيْدِهِمْ
لِضَعِيْفِهِم ( روه ابن حبا ن)
“Dari Jabir katanya : Saya dengar Rasulullah SAW. bersabda :
Tidak dinilai bersih suatu masyarakat, dimana hak orang yang kuat diambil oleh
orang yan kuat.”( H.R. Ibnu Hiban)
4) Terciptanya aparatur pemerintah yang bersih dan berwibawa.
5) Dengan masyarakat yang bersih, pemerintah yang bersih dan berwibawa
serta tegaknya peradilan maka akan terwujud ketentraman, kedamaian dan keamanan
dalam masyarakat.
2. HAKIM
Setelah temen-temen tahu pengertian, fungsi dan hikmah peradilan temen-temen juga harus mengerti siapa saja orang-orang yang berada dalam peradilan
Islam
a. Pengertian dan kedudukan Hakim
Hakim ialah orang yang diangkat oleh pemerintah untuk menyelesaikan persengketaan dan memutuskan hukum suatu perkara dengan adil.
Dengan kata lain, hakim adalah orang yang bertugas mengadili, ia mempunyai kedudukan yang terhormat selama berlaku adil, sebagaimana sabda Rasulullah saw:
a. Pengertian dan kedudukan Hakim
Hakim ialah orang yang diangkat oleh pemerintah untuk menyelesaikan persengketaan dan memutuskan hukum suatu perkara dengan adil.
Dengan kata lain, hakim adalah orang yang bertugas mengadili, ia mempunyai kedudukan yang terhormat selama berlaku adil, sebagaimana sabda Rasulullah saw:
اِذَا جَلَسَ الْقَاضِىْ فِى مَكَانِهِ
هَبَطَ عَلَيْهِ مَلَكَانِ يُسَدِّ دَانِهِ وَيُوَفِّقَانِهِ وَيُرْشِدَانِهِ مَا
لَمْ يَجُرْ, فَإِذَا جَارَ
عَرَجَا وَتَرَكَاهُ ( رواه البيهقى
)
Apabila seorang hakim
duduk ditempatnya (sesuai dengan kedudukan hakim adil), maka dua malaikat
membenarkan, menolong dan menunjukkannya selama tidak seorang (menyeleweng), apabila menyeleweng, maka kedua malaikat meninggalkannya” (H.R. Baihaqi)
b.
Syarat-Syarat Hakim
Untuk menjadi
hakim harus memenuhi syarat - syarat berikut :
1) Beragama Islam. Tidak boleh menyerahkan suatu perkara kepada hakim kafir
untuk dihukumi. Umar bin Khatab memperingatkan Abu Musa ketika mengangkat
seorang sekretaris dari seorang Nasrani, karena orang Nasrani membolehkan suap.
2) Baligh dan berakal sehat. Anak kecil dan orang gila perkataannya tidak bisa dipegang dan tidak dikenai
hukum.
3) Merdeka. Seorang hamba tidak mempunyai kekuasaan pada dirinya, apalagi
kekuasaan kepada orang lain.
4) Adil. Orang fasik atau tidak adil tidak bisa
menegakkan keadilan dan kebenaran.
5)
Laki-laki. Sebagaimana Firman Allah :
الرِّجَالُ
قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ .... ( النّساء:٣٤)
” Kaum laki-laki itu adalah
pemimpin bagi kaum wanita,. ( Q.S. an-Nisa’/4 : 34 )
Rasulullah juga bersabda :
لَنْ يُّفْلِحُ قَوْمٌ وَلَّوْ اَمْرَهُمُ امْرَأَةً ( رواه البخا رى)
“Suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka pada orang perempuan
tidak akan berbahagia.” ( H.R. Bukhari
)
6)
Memahami hukum yang
ada dalam Al-Qur’an
dan Al-Hadis.
7)
Memahami Ijma’ Ulama.
8)
Memahami bahasa arab
9)
Mamahami metode ijtihadd.
Seorang hakim harus bisa berijtihadd,
mengerti hukum dalam al-Qur’an, al-Hadis dan ijma’. Serta perbedaan-perbedaan
tradisi umat, faham bahasa arab dan tidak boleh taklid. Firman Allah:
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ
السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا ( الإسرأ : ٣٦)
“ Dan janganlah kamu mengikuti apa yang
kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”( Q.S. al-Isra’ /17 : 36 )
10) Dapat mendengar, melihat, mengerti baca
tulis. Hakim harus bisa mendengar dan melihat, kalau tuli tidak bisa
mengetahui antara yang menerima dan menolak. Demikian juga kalau buta tidak
bisa mengetahui antara penggugat dan tergugat.
11) Memiliki
ingatan yang kuat. Orang yang pelupa atau tidak jelas
bicaranya tidak boleh menjadi hakim.
c.
Macam
– Macam Hakim
Hakim merupakan pekerjaan yang mulia. Kemuliaan yang dimilikinya
itu disebabkan adanya tuntutan supaya adil dalam memutuskan perkara. Untuk itu
ia tidak boleh semena – mena dalam menentukan hukum. Oleh sebab itu Rasulullah saw
mengelompokkan hakim itu menjadi tiga golongan sebagaimana hadis Rasul sebagai berikut :
القُضَاةُ ثَلاَثَةٌ
: قَاضٍ فِي الْجَنَّةِ وَقَاضِيَانِ فيِ النَّارِ, قَاضٍ عَرَفَ الْحَقّ فَقَضَى
بِهِ فَهُوَ فِي الْجَنَّةِ, وَقَاضٍ عَرَفَ الحَقَّ فَحَكَمَ بِخِلاَفِهِ فَهُوَ
فِي النَّارِ, وَقَاضٍ قَضَى عَلَى جَهْلٍ فَهُوَ فِي النَّارِ(رواه أبو داود
وغيره)
Artinya : “ Hakim ada tiga macam. Satu disurga dan dua di
neraka. Hakim yang mengetahui kebenaran dan menetapkan hukum berdasarkan
kebenaran itu maka ia masuk surga, hakim yang mengetahui kebanaran dan
menetapkan hukum bertentangan dengan kebenaran ia masuk neraka, hakim yang
menetapkan hukum dengan kebodohannya ia masuk neraka.”(HR. Abu Dawud dan
lainnya)
Berdasarkan hadis di atas, maka
hakim terbagi menjadi 3 golongan
1) Hakim yang tahu kebenaran dan memutuskan dengan kebenaran yang ia
ketahui, hakim seperti ini masuk surga.
2) Hakim yang mengetahui kebenaran tetapi memutuskan perkara
menyimpang dari kebenaran yang ia ketahui, hakim seperti ini masuk neraka.
3)
Hakim yang tidak mengetahui
kebebenaran dan memutuskan perkara dengan ketidak tahuanya maka hakim seperti
ini masuk neraka.
d.
Sikap hakim dalam persidangan
Dalam pelaksanaan persidangan
seorang hakim harus bersikap sebagai berikut:
1) Memberikan kesempatan pertama kepada penggugat untuk menyampaikan semua
tuduhan disertai dengan
bukti-bukti dan saksi.
2)
Dan tergugat dipersilahkan untuk
memperhatikan gugatan atau tuduhan.
3) Setelah penggugat selesai
menyampaikan tuduhanya, hakim
bertanya sesuai dengan keperluanan
dan meminta bukti - bukti
untuk menguatkan tuduhan.
4)
Jika tidak terdapat
bukti, hakim dapat meminta penggugat untuk bersumpah (
tanpa paksaan ).
5)
Jika penggugat menunjukkan bukti-bukti yang benar, maka hakim harus
memutuskan sesuai dengan
tuduhan meskipun tergugat
menolak tuduhan tersebut.
6) Jika tidak terdapat bukti yang benar, maka hakim harus menerima sumpah
terdakwa dan membenarkan terdakwa.
e.
Hal-hal yang dilarang atas hakim
ketika menjatuhkan vonis
Hakim tidak boleh menjatuhkan
vonis pada saat:
- Sedang marah.
- Sangat lapar.
- Sedang bersin.
- Habis begadang
- Sedang bersedih.
- Sangat gembira.
- Sedang sakit.
- Sangat mengantuk.
- Sedang menolak keburukan
- Dan dalam keadaan cuaca yang sangat panas
maupun sangat dingin.
f.
Etika Hakim dalam memutuskan perkara
Dalam memutuskan perkara seorang hakim harus mempunyai
kode etik berikut :
1)
Melaksanakan tata Tertib Pengadilan, di antaranya bertempat tinggal
di kota pemerintahan, sebab akan lebih cepat bertindak dan mendekati keadilan, ketika
mengadili hakim harus duduk ditempat terbuka yang bisa dilihat oleh terdakwa,
penggugat, dan pengunjung, sehingga menghilangkan prasangka dan sebaiknya tidak
memutuskan perkara di masjid. Sebab di masjid tidak bisa bebas, seperti tidak
bisa suara keras, tidak semua pengunjung baik laki-laki maupun perempuan bisa
masuk dan lain-lain.
2)
Dalam mengadili, hakim harus memperlakukan sama antara dua orang
yang bersengketa. Dalam tiga hal yaitu memberikan tempat duduk yang sama,
memberikan perhatian dan kesempatan yang sama untuk mengungkapkan pendapat dan
memberikan keterangan, dan masing-masing di beri kebebasan untuk mengemukakan
pendapat dan penjelasanya sebagai alasan menerima atau menolak.
3)
Tidak boleh menerima hadiah dari orang yang berperkara.
Hakim
tidak boleh menerima hadiah dari orang-orang yang sedang berperkara karena hal
itu di kuatirkan akan mempengaruhi keputusanya. Karena Suap adalah haram
hukumnya, Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
لَعَنَ اللهُ الرَّاشِى وَالْمُرْتَشِى فِى الْحُكْمِ (رواه احمد والترمذى)
“ Allah melaknati orang yang
menyuap dan yang disuap dalam (keputusan) Hukum”. (
HR. Ahmad dan Turmudzi ).
4. PENGGUGAT DAN BUKTI
a. Pengertian dan syarat-syarat penggugat
Penggugat adalah orang yang mengajukan gugatan
karena merasa di rugikan oleh pihak tergugat, Penggugat disebut juga dengan
penuntut atau pendakwa atau mudda’i.
.
Sedang Materi yang
dipersoalkan oleh kedua
belah pihak yang
terlibat perkara dalam proses
peradilan disebut gugatan.
Penggugat harus dapat membuktikan kebenaan gugatannya disertai
bukti-bukti yang kuat, saksi-saksi yang adil atau dengan melakukan sumpah dari
penggugat sebagai berikut : “ Apabila gugatan saya tidak benar, maka laknat
Allah atas diri saya”.
b. Syarat-syarat Gugatan
Gugatan
tidak sah jika tidak memenuhi persyaratan berikut, yaitu
1) gugatan harus di sampaikan ke pengadilan baik
secara tulis maupun lisan.
2) gugatan harus di uraikan
secara jelas.
3) pihak tergugat jelas orangnya.
4) penggugat dan tergugat sama-sama Islam, baligh dan berakal.
c. Pengertian Bukti (
(البيّنة
Barang bukti atau bayinah adalah
segala sesuatu yang
ditunjukkan oleh penggugat
untuk memperkuat kebenaran dakwaannya. Barang bukti tersebut
dapat berupa surat-surat resmi, dokumen,
dan barang-barang lain yang dapat memperjelas masalah (dakwaan) terhadap terdakwa. Hal ini sebagaimana sabagaimana
sabda Rasulullah, bahwa kekuatan barang bukti adalah sebagai berikut :
عَنْ جَابِرٍ
اَنَّ رَجُلَيْنِ اخْتَصَمَا فِى نَاقَةٍ فَقَالَ كَلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا
نَتِجَتْ هَدِهِ النَّاقَةُ عِنْدِى وَاَقَامَ بَيِّنَةً
فَقَضَى بِهَا رَسُوْلُ الله
ِصَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمِ لِمَنْ هِىَ فِى يَدهِ ( الحد يث)
“ dari Jabir bahwasanya
ada dua orang yang bersengketa tentang seekor unta betina, tiap di antara
mereka menyatakan : Diperanakkan unta ini disisi saya, dan keduanya mengadakan
bukti, maka Rasulullah SAW. memutuskan unta itu menjadi hak orang yang unta itu
ada ditangannya al Haddits)
5. TERGUGAT DAN SUMPAH
a. Pengertian tergugat
Orang
yang terkena gugatan
dari penggugat disebut
tergugat atau dalam istilah fiqih disebut muda’a alaih. Tergugat
dapat membela diri dengan membantah kebenaran
gugatan dengan menunjukkan
bukti-bukti administrasi dan bahan-bahan
yang meyakinkan, disamping melakukan sumpah.
Bila seorang pendakwa menuduh suatu hak kepada
orang lain sedang dia tidak mampu mengajukan bukti, maka tertuduh harus
bersumpah untuk mengingkari apa yang di tuduhkan. Rasulullah saw bersabda :
اَلْبَيِّنَةُ
عَلَى الْمُدَّعِى وَالْيَمِيْنُ الْمُدَّعَى عَلَيْهِ (رواه البخارىومسلم)
“Orang yang mendakwa
(penggugat) harus menunjukkan bukti dan terdakwa (tergugat) harus bersumpah.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Jika
tergugat menolak bersumpah maka ketidakberaniaanya untuk bersumpah itu dianggap sebagai pengakuannya
atas tuduhan. Dalam keadaan yang demikian, sumpah tidak boleh dikembalikan
kepada penuduh; tidak ada sumpah bagi pendakwa atas kebenaran dakwaan yang dituduhkanya,
sebab sumpah itu selamanya dalam hal keingkaran.
Menurut Malik, Asy-Syafi’i dan Ahmad, bahwa ketidakberanian untuk bersumpah
itu sendiri tidak cuckup untuk menghukumi orang yang didakwa, sebab
ketidakberanian untuk bersumpah itu adalah hujjah yang lemah yang wajib
diperkuat oleh sumpah orang yang mendakwa bahwa dia betul dalam dakwaannya.
Apabila pendakwa mau bersumpah, maka dia dihukumi dengan dakwaannya itu. Akan tetapi apabila dia tidak mau
bersumpah, maka dakwaannya ditolak.
b. Tujuan dan Sumpah Tergugat
Tujuan sumpah dalam syariat Islam ada dua yaitu :
- Menyatakan tekad untuk melaksanakan tugas dengan sungguh-sungguh dan
bertanggung jawab terhadap tugas tersebut.
- Membuktikan dengan sungguh-sungguh bahwa yang bersangkutan berada difihak
yang benar.
Tujuan sumpah yang kedua inilah yang
dilakukan di pengadilan. Sumpah tergugat adalah sumpah yang
dilakukan oleh tergugat dalam rangka mempertahankan diri
dari tuduhan penggugat
disamping harus menunjukkan
bukti-bukti tertulis dan bahan-bahan yang meyakinkan.
c. Syarat-syarat Orang Bersumpah
Orang yang bersumpah harus memenuhi tiga syarat yaitu :
- baligh dan berakal.
- Atas kemauan sendiri tanpa paksaan dari siapapun.
- Disengaja, bukan karena terlanjur dan lain
sebagainya.
Ada tiga kalimat yang diucapkan untuk bersumpah, yaitu : وَاللهِ , تالله
dan بالله.
Ketiga kata itu artinya sama yaitu “demi Allah“. Sebagaimana
contoh sumpah yang dilakukan oleh Rasulullah sebagai berikut :
وَاللهِ َلأَغْزُوَنَّ قُرَيْشًا ثَلاَثَ مَرَّاتٍ (رواه
ابوداود)
“Demi Allah, sesungguhnya aku akan memerangi kaum quraisy,
kalimat ini diucapkan tiga kali oleh Beliau.” (HR. Abu Daud).
d. SAKSI
1) Pengertian
Saksi dan hukum melakukan kesaksian
Kesaksian dalam bahasa arab berasal dari kata syahaddah, yang
berarti melihat dengan mata kepala, karena orang yang menyaksikan itu
memberitahukan tentang apa yang disaksikan dan dilihatnya.
Saksi adalah orang
yang diperlukan oleh
pengadilan untuk memberikan keterangan yang berkaitan dengan suatu perkara demi tegaknya
hukum dan tercapainya keadilan dalam pangadilan dan saksi harus jujur dalam
memberikan kesaksiannya, karena itu seorang saksi harus terbebas dari pengaruh
dari luar maupun tekanan dari dalam sidang pengadilan. Saksi bisa memberikan
kebenaran suatu peristiwa itu betul-betul terjadi atau sebaliknya. Sehingga
saksi itu bisa meringankan atau memberatkan terdakwa dalam proses pengadilan.
Dengan dihaddirkannya saksi akan dapat membantu para hakim dalam rangka
memberikan putusan sesuai dengan kebenaran, karena didukung adanya bukti-bukti
yang kuat, sehingga putusan yang diambil sesuai dengan prosedur yang ada.
Kesaksian hukumnya fardhu ‘ain bagi orang yang memikulnya apabila
di dipanggil untuk memberikan kesaksian dan dikhawatirkan kebenaran akan
hilang. Allah berfirman dalam QS. Al Baqarah: 283:
“janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan
barangsiapa yang menyembunyikannya, maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya” (QS. Al Baqarah /2: 183).
2)
Fungsi saksi
Saksi mempunyai peran dan fungsi yang sangat penting dalam
persidangan. Bahkan dianggap sebagai salah satu alat bukti untuk menetapkan
kebenaran tuduhan,di antara fungsi saksi adalah :
1). sebagai salah satu alat bukti dalam memeriksa kebenaran tuduhan.
2). Sebagai bahan pertimbangan dalam memutuskan suatu perkara.
3). Sebagai penguat dan bahan prbandingan atas bukti-bukti lainya.
3)
Syarat-syarat Saksi
Agar kesaksian seseorang dapat diterima, maka harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a)
Islam. Kesaksian orang kafir atas orang Islam tidak diterima.
Berdasarkan sabda Nabi SAW. :
لاَ تُقْبَلُ شَهَادَةُ اَهْلِ
دِيْنٍ عَلَى غَيْرِ دِيْنِ اَهْلِهِـمْ اِلاَّ الْمُسْلِمُوْنَ فَإِ نَّهُمْ
عَدُوْلٌ عَلَى اَنْفُسِهِمْ وَعَلَى
غَيْرِهِمْ (
رواه البيهقى)
“Tidak diterima kesaksian seorang beragama kepada orang yang
beragama lain, kecuali orang Islam, sebab mereka adil pada dirinya dan pada
orang lain.”( H.R. Baihaqi )
b)
Baligh. Sehingga
kesaksian anak kecil tidak sah.
c)
Berakal sehat. Orang gila tidak sah kesaksiannya, sebab tidak bisa
menerangkan dirinya sendiri, apalagi untuk orang orang lain.
d)
Orang yang merdeka.
e)
Adil, sesuai dengan firman Allah SWT sebagai berikut :
فَإِذَا
بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ
بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ وَأَقِيمُوا الشَّهَادَةَ
لِلَّهِ ذَلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا ( الطلاق :۲)
“Apabila mereka Telah mendekati akhir ‘iddahnya, Maka rujukilah
mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah
dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan
kesaksian itu Karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang
beriman kepada Allah dan hari akhirat. barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan
keluar.” (QS. At
Talaq/65: 2).
Untuk dapat dikatakan
adil, seorang saksi
harus memenuhi kriteria- kriteria sebagai berikut :
(1) Menjauhkan diri dari perbuatan dosa besar.
Orang yang berbuat dosa besar disebut
fasiq, rusak agamanya. Demikian juga orang yang terbiasa berbuat dosa kecil.
Imam Syafi’i berpendapat: kalau saksi diketahui hariannya baik, maka diterima
kesaksiannya.
(2)
Menjauhkan diri dari kebiasaan dosa kecil.
(3)
Menjauhkan diri dari perbuatan bid’ah.
(4)
Dapat mengendalikan diri dan jujur pada saat marah.
(5)
Berakhlak mulia.
4)
Saksi yang di tolak
Dengan adanya saksi di harapkan pengadilan
bisa berjalan dengan adil, tetapi jika keberadaan saksi di khawatirkan
akan memuculkan ketidak adilan maka saksi harus di tolak, berikut ini adalah orang-orang
yang kesaksiannya ditolak :
a)
Saksi yang tidak adil
b)
Saksi seorang musuh kepada musuhnya
c)
Saksi seorang ayah kepada anaknya
d)
Saksi seorang anak kepada ayahnya
e)
Orang yang menumpang di rumah terdakwa
5)
Kesaksian Tetangga dan Orang Buta
Kesaksian tetangga dapat diterima, selama
mengetahui kejadian yang sebenarnya baik dengan pendengarannya atau
penglihatannya. Sedangkan kesaksian
orang buta dapat diterima dalam 5
hal, yaitu: nasab, kematian, hak milik mutlak, terjemahan/salinan dan hal-hal yang diketahui sebelum ia buta.
Menurut
Imam Malik dan Imam Ahmad, orang buta boleh menjadi
saksi asal dia mendengar suara, tetapi
terbatas dalam hal-hal tertentu.
Misalnya: pernikahan, thalaq, jual beli, sewa menyewa, wakaf, pengakuan.
Ibnul Qayim berkata: Aku berkata kepada Malik:
“Orang itu mendengarkan tetangganya dari balik dinding, akan tetapi dia tidak
melihatnya. Dia mendengar tetangganya menceraikan istrinya, lalu dia menjadi
saksinya. Dia mengambil dari suara “. Malik berkata: Kesaksiannya itu
diperbolehkan.
Menurut Imam Syafi’i tidak diterima kesaksian
orang buta, kecuali dalam lima hal: nasab, kematian, milik mutlak, riwayat
hidup dan tempatnya mengenai apa yang disaksikannya sebelum ia buta.
Sementara menurut Imam Abu Hanifah bahwa
kesaksian orang buta sama sekali tidak diterima.
Kesaksian adakalanya dengan pendengaran
adakalanya dengan penglihatan. Maka salah satu dari keduanya yang bisa membawa
kesaksian diterima. Kesaksian masalah nasab, kematian, hak milik itu bisa
dengan pendengaran. Maka kesaksian orang buta dalam hal ini bisa diterima.
6)
Saksi Palsu dan sanksi hukumnya
Memberikan kesaksian palsu termasuk dosa besar karena sama artinya
membantu orang yang zalim, menghancurkan hak orang yang dizalimi, menyesatkan
peradilan, meresahkan hati, dan menyebabkan permusuhan di antara sesama
manusia. Allah SWT. berfirman;
…
فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الأوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ ( الحج : ۳۰)
“Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah
perkataan-perkataan dusta”.(Q.S.
Al-Hajj/22 : 30 )
Rasulullah bersabda :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ
النَّبِىَّ صَلَّى الله عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ : لَنْ تَزُوْلَ قَدَمُ شَا هِدِالزُّوْرِ حَتَّى
يُوْجِبُ الله لَهُ النَّارَ ( رواه ابن ماجه)
“ Dari Ibnu ‘Umarbahwa
Nabi saw. bersabda: Tidak akan lenyap kaki saksi palsu( mati) sampai Allah
mewajibkan neraka baginya”. (H.R. Ibnu
Majah)
Menurut Imam Malik, Asy-Syafi’i dan Ahmad meriwayatkan bahwa saksi
palsu itu dihukum dengan ta’zir dan dipermaklumkan bahwa dia saksi
palsu.
Imam Malik menambahkan, katanya: saksi palsu itu diumumkan di
masjid-masjid, pasar-pasar dan di tempat-tempat berkumpulnya manusia pada umumnya,
sebagai hukuman baginya dan peringatan bagi orang lain untuk melakukannya
Rangkuman
Peradilan adalah suatu
lembaga pemerintahan/negara yang
ditugaskan untuk menyelesaikan/menetapkan keputusan
atas setiap perkara dengan adil berdasarkan hukum yang
berlaku. Pembahasan peradilan meliputi hakim, saksi, penggugat dan tergugat,
barang bukti, dan sumpah.
Hakim adalah orang yang diangkat oleh pemerintah untuk menyelesaikan
persengketaan dan memutuskan hukum suatu perkara dengan
adil. Macam-macam hakim ada tiga, satu masuk syurga dan dua masuk neraka.
Saksi adalah
orang yang diperlukan
oleh pengadilan untuk
memberikan keterangan yang
berkaitan dengan suatu perkara
demi tegaknya hukum dan tercapainya keadilan dalam pangadilan.
Penggugat adalah orang yang
mengajukan gugatan karena merasa dirugikan oleh pihak tergugat (orang
yang digugat).
Bukti
atau bayinah adalah
segala sesuatu yang
ditunjukkan oleh penggugat
untuk memperkuat kebenaran dakwaannya.
Tergugat adalah
orang yang terkena
gugatan dari penggugat.
Tujuan sumpah ada
dua, yaitu menyatakan tekat
untuk melaksanakan tugas dengan
sungguh-sungguh dan bertanggung jawab terhadap tugas tersebut, membuktikan
dengan sungguh-sungguh bahwa yang bersangkutan berada difihak yang benar.
Tujuan sumpah
yang kedua inilah
yang dilakukan di
pengadilan. Sumpah tergugat adalah sumpah yang
dilakukan oleh tergugat dalam rangka mempertahankan diri
dari tuduhan penggugat
disamping harus menunjukkan
bukti-bukti tertulis dan bahan-bahan yang meyakinkan
KEGIATAN DISKUSI
Buatlah kelompok untuk mendemonstrasikan suasana peradilan. Masing-masing
kelompok ada yang berperan sebagai hakim, tertuduh, penuduh, saksi, dan ada bukti.
PENDALAMAN KARAKTER
Setelah
mempelajari peradilan Islam maka sikap
yang harus tumbuh pada diri kita adalah:
1. Selalu berkata jujur.
2. Bertanggungjawab atas
tugas yang dibebankan kepada kita.
Jawablah pertanyaan – pertanyaan berikut ini dengan tepat dan
benar!
1. Jelaskan perbedaan peradilan dan pengadilan!
2. Sebutkan dan jelaskan macam – macam hakim!
3. Sebutkan syarat-syarat orang yang bersumpah dalam pengadilan !
4. Sebutkan dan jelaskan syarat – syarat saksi dalam pengadilan!
5. Sebutkan
orang-orang yang di tolak kesaksianya !
RENUNGAN
Qadhi/Hakim Suraih
Suatu ketika Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib kehilangan
pakaian perang yang menjadi kesayangannya. Lalu dia dapatkan bahwa barang
tersebut berada di tangan seorang kafir dzimmi (kafir yang dilindungi di
negeri Islam) yang tengah berjualan di pasar Kufah. Begitu melihatnya, spontan
Ali berkata: “Ini adalah milikku yang jatuh dari ontaku”
Afir dzmmi tersebut
membantah dan berkata, “Ini adalah miliku sendiri wahai amirul mukminin!”
Ali berkata, “Ini milikku, aku tidak merasa menjual atau memberikannya kepada siapapun kenapa sekarang berada di tanganmu.”
Dzimmi
berkata, “Kalau begitu kita datang ke pengadilan, biar hakim yang memberikan keputusan siapa yang benar
di antara kita !”
Ali berkata, “Ayo, kita ke pengadilan !”
Maka pergilah kepengadilan yang dimpin oleh hakim Syuraih. Setelah masuk dan duduk dalam sidangnya,
bertanyalah qadhi Syuraih,
Hakim Syuraih: “Apa tuduhan anda wahai Amirul
mukminin?”
Ali: “Kudapati barangku berada di tangan orang ini.
Barang itu jatuh dari ontaku pada suatu malam di suatu tempat, aku tidak pernah
menjual kepadanya tidak pula kuberikan sebagai hadiah.”
Hakim Syuraih: “Bagaimana jawaban Anda?” (wahai dzimmi)
Dzimmi: “Barang ini ada di tanganku, itu berarti
barang ini miliku.
Hakim Syuraih: “Aku tidak meragukan kejujuran Anda wahai Amirul mukminin, bahwa barang ini milikmu. Tetapi harus
ada dua orang saksi yang membuktikan kebenaran tuduhanmu.”
Ali: “Baik, aku punya dua orang saksi, pembantuku
Qanbar dan putraku Hasan.”
Hakim Syuraih: “Tetapi kesaksian anak bagi ayahnya tidak
berlaku wahai amirul mukminin.”
Ali: “Subhanallah, seorang ahli surga ditolak
kesaksiannya? Apakah Anda tak pernah mendengar sabda Rasulullah saw bahwa Hasan dan Husein adalah pemuka para pemuda penduduk
surga?”
Syuraih: “Aku mengetahui itu wahai amirul mukminin,
hanya saja kesaksian anak untuk ayahnya tidak berlaku.”
Mendengar jawaban itu, Ali menoleh kepada si dzimmi
dan berkata, “Ambillah barang itu, sebab aku tak punya saksi lagi selain
keduanya.”
Si dzimmi berkata, “Aku bersaksi bahwa barang itu
adalah milik Anda wahai amirul mukminin. Ya Allah, amirul mukminin menghadapkan
aku kepada seorang hakimnya, dan hakimnya memenangkan aku. Aku bersaksi bahwa
agama yang mengajarkan seperti ini adalah agama yang benar dan suci. Aku
bersaksi bahwa tiada Tuhan yang haq
kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Wahai qadhi, ketahuilah
bahwa barang ini adalah milik amirul mukminin, waktu itu aku mengikuti
pasukannya ketika menuju ke Shiffin. Pakaian ini jatuh dari onta, lalu aku
mengambilnya.”
Berkatalah
Ali kepada si dzimmi: “Karena kini Anda telah menjadi muslim, maka aku
hadiahkan pakaian ini untukmu, dan aku hadiahkan kuda ini untukmu juga.”
Tidak ada komentar